Notification

×
Copyright © Best Viral Premium Blogger Templates

Iklan Beranda

Praktisi: Pemangkasan TKD Melanggar UU HKPD, Dorong Elemen Masyarakat Ajukan Protes ke Pusat

Tuesday, 7 October 2025 | 18:41 WIB Last Updated 2025-10-07T09:41:47Z

Praktisi keuangan daerah, Ramli Saraha,

Sinarmalut.com,
Tidore - Praktisi keuangan daerah, Ramli Saraha, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah pusat yang memotong Dana Transfer ke Daerah (TKD).


Ia menilai langkah tersebut melanggar Pasal 187 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD) serta berpotensi melemahkan semangat otonomi daerah.


Dalam dialog publik KWATAK Bacarita yang digelar di Aula Sultan Nuku, Selasa (7/10/2025), Ramli menegaskan bahwa pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) oleh Presiden tidak sejalan dengan amanat UU yang secara eksplisit melarang penurunan DAU dalam kurun lima tahun sejak 2022.


“Pemangkasan DAU jelas bertentangan dengan Pasal 187 UU HKPD. Ini bukan hanya soal anggaran, tetapi soal kepastian hukum dan penghormatan terhadap hak fiskal daerah,” ujarnya.


Ramli juga menyoroti perubahan mendasar dalam kebijakan pengelolaan keuangan daerah. Salah satunya, penghapusan ketentuan porsi minimal 26 persen DAU dari total pendapatan netto yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Perimbangan Keuangan. Ketentuan itu kini diganti dengan Pasal 124 UU HKPD yang menurutnya bersifat normatif dan tidak memberikan kepastian hukum.


“Pasal tersebut ibarat pasal karet karena tidak menjamin porsi DAU bagi daerah,” kata Ramli.


Ia menambahkan, integrasi berbagai dana seperti dana desa, dana otonomi khusus, dan dana keistimewaan ke dalam komponen TKD justru membebani pengelolaan keuangan di tingkat daerah.


Pembatasan Penggunaan DAU dan Inkonsistensi Regulasi


Kritik lain juga diarahkan pada Pasal 130 UU HKPD yang membatasi penggunaan DAU hanya untuk enam urusan pelayanan dasar. Ketentuan ini dianggap kontradiktif karena UU Pemerintahan Daerah mengatur 32 urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.


Selain itu, kewajiban alokasi 30 persen DAU untuk belanja pegawai sebagaimana diatur dalam Pasal 146 UU HKPD dinilai tidak selaras dengan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun UU Pemerintahan Daerah.


“Kebijakan ini menunjukkan inkonsistensi dalam implementasi desentralisasi fiskal. Otonomi daerah yang dijanjikan selama ini masih jauh dari harapan,” tegas Ramli.


Dorong Langkah Hukum dan Solusi Strategis


Sebagai respons, Ramli mendorong aktivis, akademisi, organisasi kepemudaan, dan asosiasi pemerintah daerah seperti APEKSI, ADEKSI, APKASI, dan APDESI untuk mengambil langkah hukum terkait pemangkasan TKD. Ia juga merekomendasikan pengajuan judicial review UU HKPD ke Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 18A UUD 1945.


Disisi lain, ia menawarkan sejumlah strategi untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah di tengah keterbatasan anggaran, antara lain.


Pengembangan ekonomi kreatif dan usaha produktif berbasis lokal.

Pemberian kemudahan investasi bagi pengusaha daerah.

Penerapan konsep reinventing government melalui pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).


Sinergi pengelolaan desa dan kelurahan dengan pendekatan tematik sesuai rekomendasi BRIN.


Ramli menutup paparannya dengan menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan keuangan.


 “Pembangunan nasional hanya akan berkelanjutan dan berkeadilan jika daerah diberi ruang fiskal yang memadai untuk berkembang,” pungkasnya. *

  • Praktisi: Pemangkasan TKD Melanggar UU HKPD, Dorong Elemen Masyarakat Ajukan Protes ke Pusat
  • 0

Terkini