Notification

×
Copyright © Best Viral Premium Blogger Templates

Iklan Beranda

Ketua Komisi II DPR RI Sebut Sofifi Tak Perlu Jadi DOB : Cukup Benahi Infrastruktur Saja

Wednesday, 30 July 2025 | 15:01 WIB Last Updated 2025-07-30T06:01:10Z


Sinarmalut.com,
Ternate - Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy menilai peningkatan status Sofifi menjadi kota bukan solusi. Sebab, yang lebih mendesak saat ini adalah pembenahan infrastruktur agar Sofifi sebagai wajah Ibu Kota Provinsi Maluku Utara (Malut) lebih layak dan representatif.


Hal ini disampaikan Rifqi saat berdiskusi dengan perwakilan Presidium Rakyat Tidore  di Bela Hotel di Kelurahan Jati, Ternate Selatan, Kota Ternate, Selasa (29/7) malam. 


“Jadi saya minta tolong, kita dukung sama-sama Sofifi agar infrastrukturnya juga dibangun,” ujar Rifqi, dalam diskusi tersebut. Selasa (29/7/2025).


Menurutnya, pemerintah pusat kini lebih berhati-hati menyikapi usulan DOB, termasuk Sofifi. Karena pengalaman pemekaran DOB di Indonesia selama ini menunjukkan tidak semua berjalan sukses, bahkan sebagian menimbulkan persoalan baru di tengah masyarakat.


“Karena kita juga melihat DOB selama ini yang terjadi di Indonesia tidak semua berhasil, banyak juga yang menimbulkan persoalan sensitif. Jadi saya kira harapan dari Kesultanan Tidore kami paham,” katanya.


“Sebelum ini, kami juga sudah ketemu dengan Pak Mendagri (Tito Karnavian) terkait hal ini,” ucap Rifqi menambahkan.


Ia juga menilai, tidak ada ketentuan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah yang mewajibkan ibu kota provinsi harus berstatus kota. 


“Ini terjadi setidaknya di tiga tempat. Sofifi untuk Maluku Utara, Tanjung Selor itu di satu kecamatan, lebih tinggi sedikit (dari kelurahan) di Kalimantan Utara, (kemudian) Manokwari itu kabupaten,” paparnya.


“Kan kalau minta kota, harusnya dirubah jadi kota juga. Artinya, ada Kabupaten Manokwari, ada Kota Manokwari, Ibu Kota Provinsi Papua,”  terangnya. 


Lebih lanjut Rifqi menuturkan, pembangunan Ibu Kota Provinsi Malut tetap dapat dilakukan melalui skema anggaran yang tersedia, baik APBN, APBD Provinsi dan APBD kota.


Ia meneruskan, merupakan konsekuensi langsung dari penunjukkan Sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara, melalui Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999. Itu berarti, status kelurahan tak jadi persoalan.


“Jadi walaupun levelnya mungkin hanya kelurahan, tapi sebagai konsekuensi dari penunjukkan oleh Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999, wajah Sofifi kita benahi,” terangnya.


Ia juga meminta penguatan koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan daerah induk terkait penganggaran. Jika itu berjalan optimal, ia bersedia menjadi guarantor atau penjamin dalam upaya percepatan pembangunan Sofifi.


“Jadi minta tolong ke wali kota juga agar porsi anggaran dikasih lebih lah. Kalau itu nanti bisa terlihat secara jelas, saya bisa jadi guarantor. Enggak perlulah (Sofifi dimekarkan menjadi DOB), ngapain, kotanya juga bagus,” tuturnya.


“Karena skema lain kayak daerah khusus, enggak ada, yang ada kita cuma bisa treatment melalui anggaran kayak Tanjung Selor, itu kan ada bandaranya, yang bangun (pemerintah) kabupaten,” jelasnya.


Terkait bandara, jika kebutuhan anggaran berkisar Rp 30 miliar, Pemkot Tidore Kepulauan bisa mengalokasikan Rp 5 miliar. Setidaknya ini menunjukkan keseriusan dalam mendorong konektivitas antar wilayah.


“(Kemudian nanti) diminta provinsi Rp 20 M atau Rp 15 M, sisanya pusat (lewat APBN), sehingga kemudian kita juga menunjukkan ada upaya sungguh-sungguh untuk menjaga maklumat sultan pada satu sisi,” katanya.


Rifqi mengaku sempat menanyakan posisi dan keinginan Gubernur Sherly terkait wacana DOB Sofifi. 


“Kalau saya tanya bu Sherly kemarin, saya bilang ibu posisinya seperti apa? Kalau saya tanya hitam-putih yah, ibu apakah ngotot (Sofifi) harus kota? (Sherly jawab) ‘oh enggak pak, kalau saya enggak ada masalah. Cuman memang konsekuensi dari kota itu kan harapannya punya APBD sendiri yah,” tutur Rifqi mengutip ucapan Sherly 


“Berarti ini kan persoalan anggaran. Nah berarti jalan tengahnya kalau saya boleh menyimpulkan, yang penting kita bisa pastikan Kota Tidore itu punya keberpihakan anggaran ke Sofifi, selain kami yang di APBN,” imbuhnya.


Sementara itu, Koordinator Presidium Rakyat Tidore, Jaenudin Saleh menyebut pertemuan bersama ketua komisi II DPR merupakan momentum strategis untuk membahas percepatan pembangunan di kawasan Ibu Kota Provinsi Malut. 


“Bagi kami, pertemuan tadi malam adalah momentum penting untuk berdiskusi terkait percepatan pembangunan di kawasan ibu kota Sofifi,” ujar Jaenudin kepada media. Rabu (30/7/2025).


Pihaknya menilai, pembangunan Sofifi tidak harus bergantung pada perubahan status administratif menjadi DOB. Sebaliknya, mereka mendorong agar pemerintah pusat dan daerah memprioritaskan penataan infrastruktur, pelayanan publik, dan penguatan identitas wilayah sebagai ibu kota provinsi.


“Sikap kami ini jelas mencerminkan semangat kolaboratif antara masyarakat adat dan pemerintah dalam menjaga keutuhan wilayah Tidore, sekaligus memastikan Sofifi berkembang sesuai amanat undang-undang dan aspirasi lokal,” tegas Jaenudin. *

  • Ketua Komisi II DPR RI Sebut Sofifi Tak Perlu Jadi DOB : Cukup Benahi Infrastruktur Saja
  • 0

Terkini