dr. Diana
Sinarmalut.com, Morotai - Kekurangan obat bius di Rumah Sakit Ir Soekarno Kabupaten Pulau Morotai menjadi perhatian serius dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Dalam wawancaranya, Direktur Rumah Sakit, dr. Diana, menjelaskan bahwa meskipun sebagian besar obat telah berhasil diselesaikan, ada beberapa jenis obat, khususnya obat bius, yang belum dapat dipenuhi.
Menurut dr. Diana, salah satu penyebab utama dari masalah ini adalah kesulitan dalam pengadaan obat melalui E-Katalog. “E-Katalog tidak menyediakan obat bius, sehingga kami harus melakukan pembelian secara mandiri yang harus dilaporkan terlebih dahulu kepada bupati,” ujarnya, Selasa (5/8/2025).
Ia menambahkan bahwa anggaran untuk pengadaan obat melalui E-Katalog mencapai lebih dari Rp 3 miliar, namun tidak semua obat yang dibutuhkan tersedia dalam katalog tersebut.
Situasi semakin rumit dengan adanya tunggakan utang dari tahun 2024 terhadap Pemasok Farmasi Bersertifikat (PBF). PBF yang sebelumnya bermasalah dengan utang, seperti Kimia Farma dan PBF Mekson, saat ini tidak dapat menyediakan obat karena status utangnya yang masih terkatung-katung.
Sebagian besar PBF mengharuskan pelunasan utang sebelum melakukan transaksi baru. Hal ini mengejutkan proses pengadaan obat yang sangat dibutuhkan untuk perawatan pasien.
“Dalam situasi ini, meskipun kami memiliki anggaran untuk tahun 2025, banyak PBF yang terkunci karena utang yang belum terbayar. Mereka mengancam untuk tidak melayani sampai semua utang tahun 2024 terselesaikan. Oleh karena itu, ketika rumah sakit berusaha melakukan pembelian secara mandiri, mereka sering kali terbentur oleh kendala ini,” jelasnya.
Sebagai solusinya, dr. Diana menyarankan konfirmasi kepada pimpinan untuk mendapatkan Arah mengenai langkah selanjutnya. “Ada obat lain yang bisa kami penuhi, namun untuk obat bius, kami hanya bisa mengandalkan satu PBF yang saat ini terkunci,” tuturnya.
Situasi ini sangat merugikan, terutama bagi pasien yang membutuhkan perawatan medis segera. Contohnya, baru-baru ini ada pasien yang seharusnya dirujuk, tetapi tidak jadi karena kebutuhan obat yang tidak terpenuhi.
Oleh karena itu, penanganan masalah kekurangan obat bius di Rumah Sakit Ir Soekarno memerlukan perhatian dan tindakan cepat dari pihak terkait agar pelayanan kesehatan tetap dapat berjalan dengan baik dan pasien tidak terlantar. Ke depan, perlu ada strategi yang lebih efektif dalam manajemen keuangan dan pengadaan obat untuk memastikan ketersediaan semua jenis obat yang dibutuhkan rumah sakit. *