Sinarmalut.com, Morotai - Peran penting perikanan skala kecil untuk kesejahteraan manusia dan pembangunan berkelanjutan semakin diakui karena kontribusinya terhadap ketahanan pangan dan asupan gizi masyarakat serta pengentasan kemiskinan.
"Oleh karena itu, untuk menjamin keberlanjutan perikanan skala kecil, maka pembangunan perikanan akan lebih efektif jika berfokus pada penguatan mata pencaharian nelayan. Dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, sektor perikanan menempati posisi strategis yang berada pada tujuan empat belas yaitu kehidupan di bawah laut (life below water). Sementara itu, perhatian khusus kepada perikanan skala kecil disampaikan dengan meminta setiap negara menyediakan dan melindungi hak akses untuk perikanan skala kecil," ucap Rifqi Furkon selaku Lead project SeaBLUE, Rabu (16/7/2025).
Hal ini secara simultan dapat mendorong perikanan skala kecil untuk berkontribusi lebih besar pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan kesatu yaitu tanpa kemiskinan (no poverty) dan tujuan kedua yaitu tidak ada kelaparan (zero hunger).
Kabupaten Pulau Morotai sebagai salah satu pulau paling Utara di Indonesia dikelilingi oleh lautan, di utara Samudera Pasifik, di timur dan barat Laut Halmahera, dan di selatan Selat Morotai. Sangat kaya akan sumber daya ikan, termasuk ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, dan tongkol.
Zona penangkapan masuk dalam WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia) 715, yang dikenal sebagai salah satu kawasan paling produktif di Indonesia. Potensi budidaya laut seperti rumput laut, teripang, dan kerapu, sangat besar karena kualitas air laut yang jernih dan arus yang mendukung. Lokasi yang strategis untuk pengembangan Sentra Kelautan Dan Perikanan Terpadu (SKPT) yang telah dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dengan jumlah nelayan 3.650 orang, menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai pendorong Pembangunan ekonomi dan penyedia mata pencaharian utama penduduk Kabupaten Pulau Morotai.
Melihat potensi Kabupaten Pulau Morotai yang sangat besar dalam sektor kelautan dan perikanan, ditunjang letak geografis yang merupakan salah satu Pulau terdepan Indonesia, United Nations Development Programme (UNDP) menjadikannya salah satu lokasi pilot project program Strengthening livelihoods of small scale fisheries and promoting sustainable local economic development through the blue economy (SeaBLUE).
Project SeaBLUE Pembangunan perikanan skala kecil tidak bisa terlepas dari nelayan sebagai aktor. Meningkatnya kesejahteraan nelayan dapat menjadi salah satu parameter keberhasilan pembangunan perikanan skala kecil tersebut. Salah satu tolak ukur kesejahteraan nelayan dapat dilihat melalui mata pencahariannya. Semakin baik mata pencaharian mereka maka semakin baik pula kesejahteraannya. Untuk itu UNDP melalui Project SeaBLUE memiliki tiga tujuan utama, yaitu peningkatan peluang mata pencaharian bagi nelayan skala kecil, peningkatan rantai pasok perikanan melalui penggunaan teknologi ramah lingkungan, dan penguatan kapasitas kelembagaan untuk praktik perikanan berkelanjutan melalui sistem manajemen pengetahuan dan basis data.
“Untuk mencapai tiga tujuan tersebut, kami memiliki beberapa program, yaitu pendataan KUSUKA nelayan sejumlah 1.500 orang, pelatihan mata pencaharian alternatif untuk diversifikasi usaha sejumlah 500 orang, penggunaan dan pemeliharaan teknologi hijau seperti mesin kapal, boks pendingin, dan pembuatan es untuk 500 orang, pendaftaran 500 kapal nelayan dalam Sistem Informasi Kapal Izin Daerah (SIMKADA), serta peningkatan kapasitas local officer sejumlah 100 orang," Ujar Rifqi Furkon selaku Lead project SeaBLUE yang hadir langsung ke Kabupaten Pulau Morotai untuk melakukan identifikasi dan verifikasi data.
Sinergi dan Kolaborasi
Pendekatan mata pencaharian berkelanjutan memerlukan pelibatan partisipasi seluruh stakeholders. Penerapan pendekatan mata pencaharian dalam sistem evaluasi, perumusan kebijakan, dan implementasinya harus adaptif sehingga menjadi lebih efektif dan efisien. Tujuan pendekatan mata pencaharian berkelanjutan untuk meningkatkan keberlangsungan mata pencaharian melalui peningkatan akses ke informasi, teknologi, Pendidikan dan pelatihan berkualitas tinggi yang lebih baik. Lingkungan sosial yang lebih mendukung dan kohesif, kemudian akses yang lebih baik ke sumber daya alam, akses yang lebih baik ke fasilitas infrastruktur dasar.
Berikutnya, akses yang lebih aman ke sumber daya keuangan, dan lingkungan kebijakan dan kelembagaan yang mendukung berbagai strategi mata pencaharian dan mempromosikan akses yang setara ke pasar kompetitif.
Untuk itu, dalam proses identifikasi dan validasi data kebutuhan pembangunan perikanan skala kecil di Kabupaten Pulau Morotai, UNDP menggandeng KKP dalam hal ini unit kerja Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDMKP). Tim BPPSDMKP yang turun ke lapangan, terdiri atas perwakilan Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, Pusat Standarisasi dan Sertifikasi SDMKP, Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, serta para Penyuluh Perikanan satminkal BPPP Ambon penempatan wilayah kerja Kabupaten Pulau Morotai yang selama ini mendampingi nelayan.
Proses identifikasi dan verifikasi data dilakukan melalui dua metode, yaitu wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Wawancara dilakukan secara on site di lapangan dengan bantuan kuesioner mengunjungi para partisipan. Sedangkan diskusi kelompok terarah dilakukan di ruang aula SKPT mengundang perwakilan pemangku kepentingan. Partisipan terdiri atas pemangku kebijakan dan sasaran program.
Adapun pemangku kebijakan seperti Kepala Dinas Perikanan, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Syahbandar, petugas Kantor Pajak Pratama, dan Kepala Desa. Sedangkan partisipan dari unsur sasaran program adalah nelayan, istri nelayan, ibu-ibu pengolah dan pemasar ikan.
Peningkatan Kapasitas SDM Nelayan Konsep inti dari pendekatan mata pencaharian berkelanjutan berpusat pada manusia (people-centred) artinya bagaimana menempatkan manusia, dalam hal ini nelayan di pusat pembangunan adalah perhatian utama dalam pendekatan mata pencaharian berkelanjutan.
Dukungan yang diberikan berupa pendampingan nelayan agar memiliki KUSUKA, teregistrasi pada SIMKADA sehingga memiliki Buku Kapal Perikanan Elektronik (e-BKP), memiliki kecakapan dalam melakukan penangkapan ikan, dan penanganan ikan di atas kapal, mampu mengakses sumber permodalan, memiliki kemampuan diversifikasi usaha pada saat cuaca tidak bersahabat, memiliki kemampuan dalam pengelolaan kelembagaan nelayan, baik kelompok maupun koperasi, serta mau dan mampu menerapkan teknologi yang ramah lingkungan.
Sesuai hasil wawancara dan diskusi kelompok terarah, disepakati bahwa penguatan kelembagaan nelayan dilakukan melalui wadah Kelompok Usaha Bersama (KUB) dan Koperasi sektor kelautan dan perikanan. Hal ini tentunya sejalan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kelembagaan Pelaku Usaha dan Pelaku Pendukung Sektor Kelautan dan Perikanan.
Untuk kegiatan peningkatan kapasitas nelayan, istri nelayan, dan ibu-ibu pengolah dan pemasar ikan disepakati beberapa materi pelatihan yang dibutuhkan, yaitu Sertifikat Kecakapan Nelayan (SKN), Basic Safety Training (BST), Literasi keuangan, Keterampilan Penanganan Ikan (SKPI), Operasi Penangkapan Ikan (SOPI), Diversifikasi aneka produk olahan berbahan baku ikan, perawatan dan perbaikan mesin serta alat penangkapan ikan, serta manajemen kelembagaan nelayan.
Adapun untuk implementasi teknologi hijau disepakati ada dua alternatif dukungan yang dapat diberikan, yaitu pembuatan es dan penyediaan cool box. *